Rabu, 23 Januari 2013

Guru yang Baik

sejenak saya berpikir bahwa sudah sekian lama negeri kita harus mengenyam pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Tentunya hal itu harus diawali dengan para pendidik yang berkualitas. Guru yang berkualitas bukan hanya Guru yang mampu dengan kepintaran tetapi juga memiliki iman yang baik. seorang guru yang baik tentu akan mendapat contoh kepada siswanya. kiprah seorang guru nampak jelas terlihat dari keperawakannya di saat ia berbicara dan memberikan bimbingan kepada siswanya. bukan hanya di dalam akan tetapi juga di luar kelas. jaman sekarang masih banyak yang membedakan kepribadian mereka di dalam kelas dengan di luar kelas. kadang-kadang jika di dalam kelas terkesan jaga image sedangkan di luar kelas, tak ada bedanya dengan siswa yang lainnya. hal inilah yang sepatutnya pemerintah ubah. saya terkesan dengan seorang dosen saya yang menyuruh mengantar tugas salah seorang teman kelas yang terlambat menyetor tugasnya. ketika itu teman saya sendiri yang berminat mengantar tugasnya, akan tetapi dosen tersebut menghalaunya. saya tidak tahu maksud dosen saya tersebut dan saya juga menganggap mungkin hanya kepribadiannya memang seperti itu. sehingga saat itu pula beliau mengamanahkan saya untuk mengantarkan tugas tersebut.
saat itu tepat pukul 10.10 menit di kantor kementerian pendidikan dan kebudayaan makassar. saya bertemu dengan dosen tersebut. mula-mula saya langsung ingin menyerahkan tugas teman saya kemudian pergi. namun ternyata berbeda dari apa yang saya harapkan. beliau mempersilahkan saya memasuki kantornya di salah satu ruang tamu kantor tersebut. beliau memberikan ceramah kepada saya tentang ilmu dan iman. dia menceritakan pengalaman seorang temannya yang berjenggot diwawancarai oleh seorang manager untuk diterima sebagai karyawan. konon katanya dia diterima bukan karena ilmunya akan tetapi karena imannya. alasannya memiliki jenggot hehehe. tentu itu bukanlah alasan utama. hal yang paling mengesankan adalah pintar tidak membutuhkan belajar keras. akan tetapi belajarlah yang dibarengi dengan keimanan. sungguh mulianya dosen saya ini memberikan pencerahan di pagi hari.

Minggu, 13 Januari 2013

contoh analisis karya sastra


ANALISIS NOVEL BUMI MANUSIA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
DENGAN MENGGUNAKAN KAJIAN POSKOLONIALISME
A.      LATAR BELAKANG
Poskolonialisme pada awalnya tercetus karena memiliki hubungan erat dengan posmodernisme dan postrukturalisme. Posmodernisme sendiri merupakan era atau zaman sebagai kontunuitas, sedangkan poststrukturalisme merupakan teori-teori yang digunakan untuk menganalisis objek postmodern itu sendiri. Secara akademis poskolonialisme banyak dipengaruhi oleh postrukturalisme yang merupakan teori atau tradisi intelektual sekaligus kontinuitas ruang dan waktu dalam rentang sejarah.
Postkolonialisme menjadi kritik atas kerangka pikiran Barat yang mapan, superiorior, maju, beradab terhadap dunia non-Barat yang terbelakang sehingga mesti diarahkan, dicerahkan, diterjemahkan menurut standar humanisme Barat. Upaya pembaratan ini dilakukan secara lembut, dari kurikulum pendidikan di sekolah hingga narasi ekonomi-politik-globalisasi internasional oleh imperialisme.
Dengan demikian, Pembongkaran bagaimana cara kerja imperialism terhadap Negara bagian timur  khususnya Negara-negara islam yang kaya akan hasil buminya menjadi bukti akan hal ini. Hal tersebut menunjukkan bagaimana membangun perilaku cultural dan epistimologis barat yang ingin terus menguasai Negara yang kaya akan hasil buminya. Upaya tersebut menjadi kesadaran bagi Negara-negara berkembang untuk bangkit melawan.
B.      THESIS STATEMENT
Dalam analisis ini, penulis akan mengkaji poskolonialsme yang terjadi dalam novel “Bumi Manusia” yang ditulis oleh Pramoedya Ananta toer. Novel tersebut mengisahkan berbagai macam konflik diantaranya pelarangan penerbitan karya sastra karena dinilai tidak factual dan pertentangan kelas di tengah masyarakat yang mengakibatkan terjadinya perbedaan ras dan bangsa. Dan terakhir adalah konflik perkawinan silang atau campuran yang menyesahkan bagi rakyat pribumi.
C.      SYNOPSIS
Sebelum memperbincangkan kandungan isi cerita dari novel Pramodeya Ananta Toer terlebih dahulu penulis menggambarkan sedikit dari cerita novel tersebut. Cerita dalam Bumi Manusia diduga terjadi sekitar akhir abad ke-19 atau awal ke-20. Tokoh utamanya diantaranya; Minke, Ontosoroh, dan Annelies. Minke adalah anak dari seorang bupati. Atas dasar pendidikan barat yang diterima, ia menolak adat istiadat jawa, tidak mau hidup di lingkungan keluarga, tidak tertarik pada jabatan pegawai negeri, bahkan juga menolak untuk menjadi seorang bupati. Ontosoroh waktu kecil bernama Sanikem, anak sastrotomo. Demi untuk memperoleh jabatan bapak ontosoroh relah menjual anaknya sebagai gundik Herman Mellena, pemilik perusahaan ternak sapi perah. Melalui perkawinan ontosoroh dengan Herman Mellena, beliau di karuniai dua orang anak yang bernama Robert Mellena dan Annelies. Annelies adalah gadis kreol, sangat cantik, lembut tetapi tangkas  dalam bekerja. Meskipun lahir sebagai indo tetapi ia lebih memihak pada pribumi. Annelies mengalami tekanan psikologis sebagai akibat diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri, yaitu Robert Mellena.
Nasib malang menimpa Ontosoroh, sebagai akibat gugatan Mauris Mellena atas kekayaan Herman Mellena. Ontosoroh dan minke berjuang sekuat tenaga, tetapi oleh karena hukum lebih memihak pada Belanda, akhirnya perjuangan mereka pun gagal. Kekayaan ontosorh dan Herman Mellena dikuasai oleh pemerintah kolonial. Annelies juga dibawa ke Belanda dengan alasan perkawinannya dengan Minke tidak sah.

D.      ANALYSIS
Karya-karya Toer sangat menarik untuk diperbincangkan dengan alasan bahwa sebagai akibat kekayaan informasi yang berhasil disampaikan, produktifitasnya, kontroversi sebagai akibat keterlibatannya dalam organisasi Lekra sehingga selama beberapa dasawarsa karya-karyanya dilarang beredar, tetapi kemudian menjadi karya-karya terlaris karena perbalagai konflik yang disampaikan dapat terbaca yang berkaitan dengan kolonialisme, nasionalisme, dan berbagai konf;ik yang lain yang ditimbulkannya. Bumi Manusia dianggap sebagai Novel terkuat dalam menampilkan pertikaian dimensi-dimensi kemanusiaan tersebut.
Terkait dengan judul Novel tersebut, Bumi Manusia dimaksudkan untuk mempresentasikan Bumi dan Manusia Indonesia, dengan pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan indonesia masih terbatas pada pulau Jawa dengan penduduk yang hanya berjumlah 17.000.000 jiwa dengan penduduk yang berbeda diantaranya orang-orang eropa, cina. Di samping itu, hanya sebagian yang berhasil menjadi eropa, diakui oleh ayahnya, sedangkan sebagian yang lainnya sebagai pribumi. Luas wilayah dengan jumlah besarnya penduduk bukan jaminan bagi suatu kawasan untuk menjadi negara berdaulat. Kolonialisme Eropa rata-rata merupakan negara-negara dengan jumlah penduduk kecil dibandingkan dengan tanah-tanah jajahan yang dikuasainya. Maslah utama yang berperan adalah sumber daya manuasianya. Kualitas inilkah yang menjadi prioritas utama bagi bangsa eropa, dalam hubungan menguasai indonesia selama tiga setengah abad. Toer menciptakan prototioe manuasia berkualitas seperti ontosoroh, seorang perempuan yang berhati keras, displin dan pemberani. Keberhasilannya diraih secara otodidak, tidak pernah mengenal bangku sekolah. Sehingga ontosoroh terlukiskan dirinya sebagai seorang yang gigih mampu menyelamatkan perusahaan suaminya yang terkenal di Surabaya. Seperti yang diungkapkan oleh Magda Peter sebagai berikut.
“kalau ada barang seribu pribumi seperti dia (ontosoroh) di hindia ini, Hindia Belanda ini, Minke, hindia Belanda ini, boleh jadi gulung tikar. Mungkin aku berlebih-lebihan, tapi itu hanya kesan pertama. Ingat, kesan pertama, betapa pun penting, belum tentu benar.”
Bumi Manusia mengemukakan tentang pertentangan kelas sehingga dikhawatirkan akan menggannggu kestabilan masyarakat. Tetapi perlu untuk diketahui bahwa yang dimaksudkan bukan kelas antara komunis dan non komunis, kelas buruh dan pemilik modal, kelompok elite dan nonelite sebagaimana telah diintroduksi oleh teori Marxis. Bentuk kelas bermacam-macam, dan dengan sendirinya tidak ada masyarakat tanpa kelas.
Masalah utama yang diungkap dalam Bumi Manusia adalah perbedaan ras, bangsa, yaitu barat dan timur, penjajah dan terjajah, eropa dan pribumi, kulit putih dan kulit berwarna. Pada umumnya raslah, yaitu ras Arya yang dianggap sebagai ciri utama superioritas bangsa barat. Ras juga menkondisikan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan perkembangan pesat yang terjadi sejak abad renaissance. Akan tetapi juga ilmu pengetahuan digunakan pada jalan yang tidak benar sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki hanya untuk menguasai bangsa lain, dengan menciptakan model hubungan sebagai oposisi biner dengan konsekuensi selalu menempatkan pihak lain sebagai inferior. Hal ini dilukiskan oleh Herman Mellena dalam novel Bumi Manusia.
“kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang eropa, bisa sedikit bicara Belanda lantas jadi eropa? Tetap monyet!”
“tutup mulut!” bentak Nyai(ontosoroh) dalam bahasa Belanda dengan suara berat dan kukuh. “iya tamuku.”

Masalah terpenting dalam kaitannya dengan pelaksanaan pelarangan penerbitan adalah pemahaman bahwa karya sastra bukanlah kenyataan yang sesungguhnya. Karya seni adalah aktifitas kreatis imjinatif, kenyataan yang diciptakan, representasi dari kenyataan itu sendiri. Dalam karya seni, bahkan sudah dianggap sebagai doktrin, tidak ada kejadian yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang sesungguhnya sebab segala sesuatu merupkan rekaan pengarang. Disinilah letak kelemahan sekaligus kekurangan masyarakat kita, khususnya yang berada di luar kompetensi sastra, menyamakan sastra dengan sejarah dan ilmu pengetahuan lain. Dengan kalimat lain, belum bisa membedakan antara fakta dan fiksi. Bumi Manusia didominasikan oleh perbedaan antara Barat dan Timur, bagaimana eropa dengan peradabannya bermaksud untuk menguasai keseluruhan asset kekayaan tanah jajahannya.
Gundik dan indo merupakan masalah penting dalam sastra poskolonial. Konotasi gundik adalah perempuan pribumi karena penjajah pada umumnya adalah laki-laki. Kesombongan ras dan hokum formal seolah-olah melarang laki-laki eropa melakukan perkawinan sah dengan pribumi sehingga hubungan berumah tangga semata-mata untuk memuaskan kebutuhan biologis. Pengaranga melukiskan kedudukan gundik sudut pandang tokoh kommer:
“tulisnya, perbuatan jaksa dan hakim itu menghina semua golongan indo eropa yang berasal dari pergundikan dan pernyaian. Anak-anak mereka, kalau diakui ayahnya, menjadi bukan pribumi. Tidak diakui menjadi pribumi. Artinya, pribumi sama dengan anak gundik yang tidak diakui sang ayah. Ia juga mengecam pengungkapan perkara pribadi. Kommer menilai jaksa dan hakim itu tidak berbudi eropa, lebih buruk dari pengadilan pribumi yang dilakukan wiroguno, atas diri pronocitro –barang dua ratus lima puluh tahunan lalu. Minke, siapa mereka? Aku tak tahu.”
Salah satu peninggalan konlonial adalah akibat-akibat kawin campur anatara belanda totok dengan perempuan pribumi, yaitu Indo. Menjadi indo jelas menimbulkan ambivalensi sekaligus mimikri. Ambivalesi sebagai akibat berpikir pada dua sisi, orientasi belanda rotok, pada pihak ayah dan orientasi pribumi, pada pihak ibu. Kelahiran sebagai indo melahirkan kesulitan dalam memperoleh kewarganegaraan dan hak-hak atas hokum formal lainnya. Meskipun demikian, indo menjadi idoman sebagai akibat percampuran darah yang pada umumnya memiliki wajah tampan dan cantik. Hokum yang lebih memihak pada penjajah menghapuskan hak perempuan pribumi sebagai ibu kandung, yang dengan sendirinya juga mempersulit kedudukan masyarakat indo.
Toer memiliki pandangan tersendiri mengenai kolonialisme. Menurutnya, kolonialisme tidak terbatas pada bangsa belanda dan eropa, tetapi siapa saja yang ikut serta bertindak, berbicara dan berpikiran sama seperti apa yang dilakukan oleh belanda. Jadi pribumi yang berada di bawah pengaruh colonial sehingga menyetujui segala sesuatu yang menjadi rencananya. Dalam kenyataannya mereka pun memperoleh keuntungan, baik dalam bentuk material maupun kekuasaan.
E.       KESIMPULAN
Dari analisis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh kolonialisme pasca kolonialisme menimbulkan konflik yang terjadi di tengah masyarakat pribumi. Meskipun demikian Nampak jiwa-jiwa feminisme menentang akan adanya penekanan-penekanan sekelompok kelas atas. Selain dari pada itu, yang dalam kenyataannya mereka pun memperoleh keuntungan dari pasca koloni tersebut baik dalam bentuk materi maupun non materi.