IQRA: TEORI DAN IMPILIKASI
Ayat-ayat modernisasi
Detik
demi detik berlalu berganti menit hingga perhelatan jam yang berdetak hingga
zaman pun berubah. Pengaruh dari perubahan waktu itu menciptakan
peradaban-peradaban yang cukup signifikan dalam lintas kehidupan manusia.
Lahirlah berbagai paham-paham yang dianggap mampu merubah peradaban manusia,
sampai saat sekarang ini serpihan-serpihan peradaban itu mampu kita rasakan
sampai detik saat ini.
Apa
yang terlintas dalam pemikiran kita ketika mendengarkan kata modern,
modernisasi, modernism dan sebagainya? Sebelum munculnya istilah modernism,
yang lebih berkembang di Itali-Eropa
adalah Reinassance yang merupakan pergerakan budaya yang sangat mempegaruhi
kehidupan intelektual manusia sekitar abad ke 16. Modernism diketahui sebagai
konsep yang berhubungan dengan kehidupan manusia dengan lingkungannya yang
terjadi pada zaman modern. Namun
demikian, dengan jelas dapat dilihat bahwa konsep modernisasi yang
multidisiplin ilmu yang terdiri seni dan sastra menunjukkan bahwa hal ini ada
kaitannya dengan praktik penolakan terhadap konsep-konsep sebelumnya seperti
praktik kapitalisme, sekularisme, colonialism dan sebagainya.
Modernisasi
pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 merujuk pada pertumbuhan rasionalisme dan
sekularisme di barat. Sekarang secara universal modernisasi merujuk pada proses
pembangunan, transisi dari penyelenggaraan tatanan social, politik dan ekonomi
tradisional menuju konsep penerapan prinsip-prinsip modern. Dalam bentuk kajian
sosiologi, terdapat empat kecenderungan dalam menganalisis modernisasi antara
lain:
1. Empiris
2. Universal
dan komparatif
3. Spesialisasi
4. Mengakji
proses modernisasi dan bagaimana mempercepatnya.
Sebagaimana
yang dikatakan oleh Inkeles (1966) bahwa dalam mengukur derajat modernisasi
suatu bangsa dan Negara dapat dilihat dari delapan aspek secara kolektif dalam
sebuah pranata social antara lain:
1. Menyetujui
gagasan baru dan berani menguji-coba metode dan teknik baru
2. Kesiapan
menyatakan pendapat
3. Beriorentasi
pada masa kini dan mendatang daripada masa silam
4. Menghargai
ketepatan waktu
5. Melakukan
perencanaan, organisasi, dan efesiensi
6. Melihat
dunia ini sebagai hal yang dapat dikalkulasi
7. Percaya
akan sains dan teknologi
8. Meliat
pentingnya pemerataan keadilan
Ke
delapan konsep tersebut di atas menjadi acuan kita bagaimana memaknai arti
modernisasi. Kita harusnya menyadari bahwa apa yang kita lakukan secara kaffah
tidak hanya sebagian melainkan harus disiplin. Dalam pengamatan kita, konteks
yang istilahnya setengah hati inilah yang akan menimbulkan modernisasi menebar
nista dan malapetaka. Alasannya masa transisi yang menjanjikan seribu
ketidakpastian, dan ketidakpastian identik dengan kesewenang-wenangan.
Agama
sesungguhnya diturunkan melalui rasul untuk mengatur kehidupan social.
Malapetaka modernisasi yang melanda kita selama ini sesungguhnya akibat
kelengahan kita mengamalkan ajaran agama. Banyak bentuk ibadah yang
diperintahkan Allah kepada manusia memiliki manfaat yang cukup besar dan tidak
lain hanya untuk manusia itu sendiri sedangkan tuhan sendiri tidak sama sekali.
Seperti halnya puasa, melalui ibadah puasa, sesungguhnya rasul mengajarkan
umatnya beberapa ayat modernisasi yang sejati:
Pertama,
ibadah puasa adalah juga praktik ibadah umat terdahulu dan dilakukan sebagai
bekal hidup setelah mati. Dengan demikian, puasa menguatkan kesinambungan
historis masa lalu, kini dan masa yang akan dating.
Kedua,
puasa dilakukan dengan pembatasan waktu tertentu yakni sejak terbit fajar
sampai erbenamnya matahari. Kita dianjurkan untuk segera berbuka puasa tetkala
matahari terbenam. Artinya rasul mengajarkan kita melakukan kegiatan tepat
waktu sesuai dengan rencana.
Ketiga,
selama bulan ramadhan, ganjaran ibadah dan segala kebaikan dilipatgandakan.
Hikmah ini mengajarkan kepada kita untuk mampu menangkap peluang dan melakukan
kalkulasi cermat untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya.
Keempat,
ganjaran pelaku ibadah puasa adalah dihapuskannya segala dosa terdahulu
sehingga pada setiap 1 syawal, ia memulai gagasan baru dan mencoba metode baru
dalam kehidupannya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan kata lain,
rasul menganjarkan kepada kita semua untuk selalu memperbarui sudut pandang dan
metode kehidupan social.
Kelima,
selama bulan ramadhan manusia dihimbau untuk berdoa sebanyak-banyaknya sejalan
dengan getar batinnya. Hikmah ini mengajarkan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat. Wong kepada tuhan saja kita masih bebas berunjuk rasa, apa lagi
kepada sesama manusia.
Keenam,
puasa diwajibkan bagi seluruh elemen yang terkait baik dia seorang laki-laki,
perempuan, pejabat, miskin-kaya, kulit
hitam-putih. Namun ada orang-orang tertentu yang diberikan konpensasi hokum,
artinya, ibadah puasa mengajarkan pentingnya pemerataan keadilan demi tegaknya
tatanan social masyarakat
Tujuh Ayat Pendidikan
Pentingnya
pendidikan di kalangan manusia di era modern sangat menentukan tatanan social
seseorang baik di mata manusia bahkan di hadapan Allah sekalipun. Pernah suatu
ketika Abu Bakar bertanya mengenai ihwal pendidikan yang ditempunya. Rasul
menjawab, “Allah mendidikku, maka itulah sebaik-baiknya pendidikan,” Allah pun
menegaskan dalam firmannya yang tertuang dalam Q.S. Al Mujadilah Ayat 11:
“Hai orang-orang beriman apabila
kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Dengan
demikian, untuk membangun SDM yang berkualitas institusi dan cara-cara
pendidikan yang diwahyukan Allah dan dilakoni Rasulullah seyogyanya dijadikan
rujukan oleh para pengelola pendidikan khususnya dan umat islam pada umumnya.
Sehingga terjadilah tatanan social yang memiliki kepribadian yang tinggi karena
janji Allah dalam firmannya bagi orang-orang yang yang berilmu akan diangkat
derajatnya seperti orang-orang yang beriman.
Demi
kemaslahatan itulah, islam menegaskan kembali untuk mensyariatkan institusi
puasa. Umat islam harus yakin betul bahwa berpuasa itu baik demi kesehatan
secara fisik maupun psikis. Sesungguhnya dalam puasa itu ada sebilangan fungsi
pendidikan antara lain.
Pertama,
pentingnya basis pengetahuan empiric. Umat islam diperintahkan memulai dan
mengahiri puasa setelah yakin datangnya bulan atau hilal. Artinya betapa islam
mewajibkan umatnya untuk menguasai cabang ilmu falak, geografi dan astronomi.
Ibadah puasa sekali lagi menguatkan kepada kita keniscayaan integrasi ilmu
pengetahuan dan ritual ibadah.
Kedua,
apresiasi tehadap perbedaan pendapat. Islam melihat perbedaan pendapat sebagai
rahmat yang mencerdaskan. Umunya ada dua cara untuk mengetahui datangnya hilal
itu: 1) melalui ru’yat atau observasi langsug yang bergantung pada visibilitas
hilal atau keterlihatannya oleh mata, dan 2) melalui hisab, yakni perhitungan
tanggal lewat system penanggalan baku. Karena metode yang ditempuh berbeda dan
lokasi geografis yang berbeda, kesimpulan permulaan dan ahir ramadhan pun bisa
berbeda.
Ketiga,
kejujuran. Berbeda dengan shalat, zakat, atau haji, puasa ibadah nonfisik yang
tidak demonstrative, sehingga pelakunya tidak dapat riya atau show. Seseorang
bisa berpura-pura puasa kepada orang lain, tetapi saat sendirian ia tidak
berpuasa. Jadi intinya puasa melatih umat islam jujur kepada diri sendiri,
karena Allah maha melihat dan tidak dapat dibohongi.
Keempat,
disiplin. Puasa dianjurkan untuk segera di ahiri setelah waktu yang telah ditentukan.
Begitu waktu waktu imsak tiba maka rutinitas keseharian yang halal seperti
makan, minum, merokok dan hubungan seks menjadi terlarang sementara waktu
sampai waktu ifthar atau berbuka puasa. Pada bagian ini dapat diambil sebuah
pelajaran kepada manusia bagaimana bersikap profesional yang ketat sehingga
hal-hal yang halal sekalian pun halal menjadi haram ketika waktu yang
ditentukan. Dengan kata lain manusia memiliki tangggungjawab sebagai orang yang
professional di mata public juga tanggungjawab kekhalifaan kepada sang khaliq.
Kelima,
antisipasi terhadap pengecualian dan anomaly. Tidak semua muslim wajib puasa.
Perempuan yang haid, orang sakit, dan mereka yang sedang bepergian atau musafir
misalnya, boleh batal puasa dengan membayar konpensasi di lai waktu. Dengan
demikian hal ini menantang kita bagaimana untuk senantiasa berlaku adil dalam
member keputusan dan tidak saling memberatkan satu sama lain.
Keenam,
kepekaan social, rasa lapar dan dahaga yang sengaja dilakukan di siang hari
adalah media pendidikan untuk membangun empati social kepada mereka yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Hal ini mengajarkan kita agar
senantiasa saling menyantuni sama lain serta ikut prihatin bagi mereka-mereka
yang kurang beruntung. Sehingga disinilah kesempatan kita untuk saling
menyantuni antara si kaya dan si miskin, pejabat dengan bawahannya dan
seterusnya. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi masyarakat.
Ketujuh,
keutuhan keluarga. Di bulan-bulan lain sang ayah, ibu dan anak masing-masing
memiliki kesibukan yang berbeda sehingga pada kesempatan ini mereka diberikan
kesempatan untuk hal kebersamaan, apakah itu dalam hal sahur atau mengerjakan
shalat secara berjama’ah. Puasa tampaknya paling terstruktur dalam membina
rumah tangga yang baik.
Linguistik Islam
Dalam
beberapa tahun terakhir ini para penyelenggara penataran guru bahasa seringkali
memasukkan tema Keimanan dan Ketakwaan atau disingkat IMTAQ. Biasanya para nara
sumber diminta untuk membahas tema itu yang pada umumnya sedikit banyak akrab
dengan kajian islam dan memahami bahasa arab.
Keragaman bahasa dan budaya
Kebhinekaan
suku, bangsa, agama dan bahasa seyogyanya ditafakkuri sebagai bukti keagungan
Allah SWT, dan kajian kritis terhadap fenomena suku bangsa dan bahasa adalah bagian
dari tugas para ulama sebagai bukti penghambaan diri kepada Allah. Al Qur’an
bukan hanya merupakan ajaran, melainkan juga sumber ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu bahasa antropologi dan kebudayaan pada umumnya.
Hakikat
bahasa adalah alat komunikasi, yakni komunikasi antar manusia, antar manusia
dan hewan, manusia dan malaikat, manusia dan Tuhan sertan tuhan dengan segala
mahluknya. Dengan demikian, mempelajari ilmu bahasa sangat dianjurkan dan
bahkan sebagai kewajiban kifayah bagi para ulama ahli bahasa, para da’I dan
para guru bahasa.
Landasan teoritis
Ditinjau
dari segi linguistic, semua bahasa sama, yaitu berperan sebagai system symbol
bunyi secara arbitrer yang merupakan alat untuk berkomunikasi. Seperti halnya
bahasa arab dan bahasa inggris. Bahasa arab menjadi penting karena dunia islam
disampaikan melalui hadis dan Al Qur’an dengan menggunkan bahasa Arab. Demikian pula dengan bahasa inggris. Bahasa
ini menjadi bahasa yang bergengsi dalam forum internasional bukan karena
bahasanya, melainkan karena siapa dan apa yang dibicarakan. Namun, tatkala apa
yang dibicarakannya menjadi penting misalnya agama, sains, dan teknologi maka
penguasaan bahasa itu menjadi sangat niscaya dan merupakan prasyarat. Selain
itu, studi bahasa dikembangkan sehingga memiliki beberapa cabang ilmu terapan
tidak lain demi untuk kebahasaan yang terus berkembang seperti fonologi,
morfologi, sintaksis, semantic, pragmatic, discourse analysis, berbicara,
membaca, mendengarkan dan menulis.
Objek kajian studi bahasa
Terdapat
dua hal besar paling menonjol dalam studi bahasa, yaitu bahasa sebagai objek
studi, khususnya bagi para mahasiswa jurusan bahasa dan sastra, dan bahasa
sebagai alaya komunikasi secara luas, dan untuk memperoleh pengetahuan.
Masing-masing pendekatan ini memiliki tempat tersendiri dalam literature
kabahasaan dan pendidikan bahasa.
Lingustik
terapan memanfaatkan berbagai kajian cabang ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk
prosesi pembelajaran bahasa yang dapat meliputi berbagai aspek seperti social,
psikologi, antropologi dan berbagai cabang ilmu pengembangan teoritis seperti
pemakaian bahasa dan perencanaan pembelajaran bahasa serta pemahan silang
budaya (Cross Cutural Understanding).
Prinsip dan aplikasi imtaq
Dalam
alqur’an dapat ditemukan berbagai prihal ayat yang menyebutkan tentang ihwal
pendidikan. Tak sedikit dari ayat tersebut mengutarakan betapa pentingnya
pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya konsep multilingualisme
dan multikulturalisme mendorong manusia untuk saling kenal mengenal (QS.
AlHujurat: 13), para rasul diutus dengan menggunakan bahasa masyarakat (QS.
Ibrahim: 4), manusia dianjurkan untuk berbicara dengan bahasa komunikatif (QS.
Annia: 63), keras keji mulut menghambat komunikasi (QS. Ali Imran: 159), ucapan-ucapan
rasulullah selalu dimengerti pendengarnya (HR. Buhari Abu Daud), berlainan
bahasa adalah petunjuk kekuasaan Allah (QS. Arrum), Allah SWT, mengajarkan kita
bagaimana sopan santun saat berbahasa kepada kedua orang tua (QS. Lukman: 19)
dan (QS. Al Isra’: 23-24), pemeliharaan bahasa dicontohkan Allah SWT.
Menghargai kegiatan tulis menulis (QS. Al Qalam:1).
Pendidikan Seni Islami
Seni
diyakini berumur setua peradaban manusia. Bagi umat islam jalan pintas untuk
memahami aal mula seni islam dapat ditelusuri pada wahyu yang pertama
diturunkan, yaitu perintah membaca kepad nabi Muhammad saw. Kata iqra’ adalah
verba imperative yang berarti bacalah! Turunya iqra’ adalah bunyi peluit
dimulainya revolusi literasi yang dikomando jibril untuk mencerdaskan manusia.
Membaca mengandung serentang makna kognitif. Iqra’ sebagai verba transisitf
dalam ayat ini tidak diikuti oleh objek. Ini ditafsirkan bahwa membaca disini
tidak terbatas hanya pada tulisan, tetapi merujuk kepada objek yang lebih umum
termasuk alam semesta.
Sebagai
objek baca, alqur’an adalah juga objek apresiasi sastra. Bahwa tidak semua
orang mampu menangkap keindahan sastranya, itu menunjukkan bahwa apresiasi itu
relative dan subjective tergantung pada potensi akal dan kreativitas. Hal ini
merupakan anugrah dari Allah SWT. Bahwa manusia memiliki fitrah untuk merasakan
berbagai keindahan dalam bahasa, lukisan, arsitektur, suara, pahatan, instalasi
dan sebagainya.
Dalam
sebuah hadis rasulullah saw. Bersabda: “sesungguhnya Allah Maha indah dan
menyayngi Keindahan.” Hadis ini membuktikan bahwa islam sangat mendorong untuk
menumbuh kembangkan seni dalam kehidupan manusia sesuai dengan budayanya
masing-masing untuk memperluas cakrawala psikologisnya. Teoi subjekfitas
melihat bahwa keindahan suatu benda itu sesungguhnya tidaklah ada, yang ada
hanyalah persepsi atas objek apresiasi. Rasulullah Saw. Pernah bersabda “gunung
ini (uhud) mencintai kita dan kita pun mencintainya. Melalui gaya isti’arah
atau personifikasi yang indah, deskripsi gunung menjadi hidup. Ini mengingatkan
kita bahwa alam raya ini adalah sesuatu yang hidup dan memiliki kepribadian,
sehingga manusia perlu menjalin hubungan “kemesraan”dengannya. Manusia diajari
bukan hanya bersatu dengan Tuhan melainkan dengan alam sekitar, tidaklah
mengherankan bahwa dari lisan kaum shufi mengalir puisi-puisi bijak nan indah
sebagai rintihan tauhidiyah.
Kesimpulan
Dari
berbagai paparan di atas dapatlah dikemukakan bahwa pendidikan seni dalam islam
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan secara keseluruhan. Dari
kacamata islam,bukanlah pendidikan jika tidak ada kesenian di dalamnya.
Pendidikan seyogyanya memberdayakan fitrah estetika anak didik untuk mampu
mengapresiasi alam semesta dengan segala isinya semaksimal mungkin. Penikmatan
akan keindahan sesungguhnya terlahir dari sisi terdalam diri manusia yang
memiliki kecenderungan kepada yang indah-indah sebagai naluri atau fitrah yang
dianugrahkan Allah.
Ilmu Pengetahuan memiliki peran
penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses
transformasi dan aktualisasi pengetahuan modern sulit untuk diwujudkan.
Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam
pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui
metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini
pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah. Perjalanan Ilmu pengetahuan pada
dasawarsa sekarang ini dapat di katakan luar
biasa perekembangannya, terasa
sangat cepat dan dahsyat
sepanjang sejarah peradaban
maanusia. Perjalanan ini
pada dasarnya mempunyai dasar dan
akar yang sangat kuat dan panjang.
Referensi
Alwasilah,
A. Chaedar. 2014. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar